Aku dan Mimpiku: Dari SNBP ke SNBT, Dari Ragu ke Percaya Diri

 Memilih universitas dan jurusan bukanlah hal yang mudah bagiku. Di masa-masa akhir SMA, aku sering merasa bingung dan ragu. Ketika ada seseorang yang bertanya, “Mau nerusin kuliah dimana?” atau “Kuliah mau ngambil jurusan apa?” aku hanya bisa menjawab “Belum tau” dengan senyuman ragu. Ketika hendak tidur aku selalu bertanya pada diriku sendiri, “Jurusan apa yang benar-benar cocok untukku? Dimana aku akan melanjutkan pendidikanku?”

Beberapa keluarga jauh menyarankan agar aku kuliah di kota ini, bahkan ada yang tidak merekomendasikan untuk kuliah. Menurut mereka, itu akan lebih mudah dan praktis, aku bisa tetap dekat dengan keluarga, tidak perlu jauh-jauh merantau, dan biayanya pun lebih ringan. Tapi di dalam hatiku, aku ingin sesuatu yang lebih. Aku ingin mencoba tantangan baru, keluar dari zona nyaman, dan membuktikan bahwa anak perempuan sulung ini bisa mandiri.

Dengan dukungan dari orang tua yang selalu mendukung keinginanku, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba peruntungan di SNBP dengan mendaftar ke universitas yang ada di kota seberang. Namun, perjuanganku tidak semulus yang aku harapkan. Ketika hasil pengumuman SNBP keluar, harapanku pupus begitu saja ketika melihat background merah dengan tulisan “Anda dinyatakan tidak lulus seleksi SNBP 2023.” Aku gagal di SNBP. Rasanya seperti dunia runtuh sesaat. Aku mulai mempertanyakan keputusanku, apakah aku terlalu memaksa diri? Apakah seharusnya aku mengikuti saran untuk kuliah di kota sendiri?

Namun berkat dukungan dari orang tua serta teman-temanku, aku tidak ingin menyerah begitu saja. Aku mengambil napas dalam, menguatkan tekad, dan mulai mempersiapkan diri untuk SNBT.

Hari pengumuman SNBT tiba. Tepat jam 15.00 WIB, hpku dibanjiri dengan notifikasi pertanyaan hasil seleksiku. Aku membuka portal SNBT dengan tangan gemetar, takut mengalami kegagalan kedua kalinya. Setelah memasukkan nomor pendaftaran, aku menyerahkan hpku dan meminta adikku untuk menekan tombol “Cek Hasil.” Aku terlalu takut untuk melihat hasilnya saat itu.

“Selamat! Anda dinyatakan lulus SNBT SNPMB 2023 di Universitas Trunojoyo Madura.” Adikku langsung memelukku saat itu, aku masih ingat dia tersenyum bangga padaku. Dia menyerahkan hasilnya padaku, aku terdiam sejenak, memastikan bahwa aku tidak salah lihat. Setelah menyadari bahwa ini nyata, aku merasa lega dan bahagia. Aku berhasil! Aku membuktikan bahwa tekad dan semangat bisa mengubah segalanya.

Namun, kebahagianku sedikit meredup saat mendengar kabar dari sahabat-sahabatku bahwa mereka tidak lulus di universitas yang sama denganku. Beberapa mencoba menyembunyikan kekecewaan mereka, sementara yang lain terang-terangan merasa sedih. Aku ingin merayakan keberhasilanku, tetapi di saat yang sama, aku juga tidak ingin mereka merasa semakin terpuruk. 

Aku sempat merasa bersalah. Aku tahu mereka juga berusaha keras, tetapi mungkin keberuntungan belum berpihak pada mereka kali ini. Aku bertanya-tanya, “Apakah aku pantas merasa bangga? Apakah aku terlalu beruntung?”

Namun, kemudian aku menyadari sesuatu; aku berhak bangga dengan pencapaianku. Lulus SNBT bukan hanya soal keburuntungan, tetapi juga tentang usaha dan tekad. Aku belajar bahwa perjalanan setiap orang berbeda-beda. Ada yang langsung diterima di SNBP, ada yang harus berjuang di SNBT, dan ada juga yang harus mencari jalur lain.

Perjalanan pun tidak berhenti disitu. Masuk ke dunia perkuliahan justru membuka babak baru dalam hidupku. Sebagai seorang introvet, berada di lingkungan baru dengan banyak orang tak dikenal bukanlah hal yang mudah. Aku harus melewati keramaian setiap hari, berbicara di depan banyak orang, dan beradaptasi dengan teman-teman yang belum aku kenal. Hal yang paling menantang adalah jurusan yang kupilih-Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sebagai calon guru, aku dituntut untuk bisa berbicara lantang, percaya diri, dan mampu berinteraksi dengan banyak orang.

Awalnya aku merasa asing. Aku lebih nyaman mendengar daripada berbicara, lebih suka diam dari pada menjadi pusat perhatian. Bahkan sampai saat ini sepertinya masih begitu, hehe. Aku sering bertanya pada diri sendiri, “bisakah aku benar-benar menjadi seorang guru?”

Namun, sedikit demi sedikit, aku mulai belajar. Aku memberanikan diri untuk mengangkat tangan saat diskusi, mecoba berbicara di depan kelas meskipun masih gugup, dan mulai membuka diri kepada teman-teman baruku. Aku menyadari bahwa menjadi seseorang guru bukan berarti aku harus berubah menjadi seseorang yang ekstrovet, tetapi bagaimana aku bisa tetap menjadi diriku sendiri sambil terus berkembang.

Kini, meskipun aku belum sepenuhnya percaya diri, aku tahu bahwa aku sedang berada di jalur yang tepat. Aku tidak perlu menjadi orang lain, aku hanya perlu menjadi versi terbaik dari diriku sendiri. Dan untuk itu aku bangga.



Peluk jauh untuk teman-teman yang pernah gagal tapi masih berani untuk mencoba kembali🫂🤍



#163_Nur Aini Febriyanti 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pensiun Jadi Atlet

Sudah Sayang Diri Sendiri Belum?

Lomba Matematika Tingkat Provinsi Di ITS